MUTU KAYU DAN TEGANGAN YANG DIIZINKAN
1.Mutu kayu
Penggunaan kayu yang bermutu sebagai bahan
konstruksi bangunan, merupakan syarat yang mesti dipenuhi. Akan tetapi untuk
mencari kayu yang betul-betul bermutu (tanpa cacat sama sekali) adalah sukar.
Batas-batas kekurang-sempurnaan pada kayu ditetapkan dengan ketentuan
sedemikian, sehingga tidak akan mengurangi kekokohan dan kesetabilan konstruksi
bangunan.

Menurut Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PPKI), mutu kayu dibagi
dalam mutu A dan mutu B sebagai berikut:
Mutu A:
a.
Kayu harus kering udara (12 – 18%, rata-rata 15%)
b.
Besarnya mata kayu tidak melebihi 1/6 lebar balok dan
juga tak lebih dari 3,5 cm (d1
¼ h, d2
¼ b, atau d1
5 cm, d2
5 cm).




c.
Balok tak boleh mengandung bidang batas gubal yang lebih
dari 1/10 tinggi balok (e1 = e2
1/10 h).

d.
Miring arah serat, tangen
, tidak boleh lebih dari 1/7 (tg
1/7).



e.
Retak-retak dalam arah radial tidak boleh lebih dari
1/3 tebal kayu, dan retak-retak menurut lingkaran tahunan tidak boleh melebihi
¼ tebal kayu (hr
1/3 b, ht
¼ b), lihat gambar 1.25


2.Tegangan yang diizinkan.
Untuk memenuhi keperluan perhitungan dari suatu
konstruksi, perlu diketahui tegangan yang diizinkan bagi setiap jenis kayu.
Dimuka telah dikatakan bahwa tiap jenis kayu dibedakan dalam mutu A dan mutu B.
Kayu yang bermutu A harus memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai dengan yang
tercantum dalam PPKI. Kayu yang bermutu B syarat-syaratnya lebih ringan
daripada kayu bermutu A.
Daftar : TEGANGAN IZIN UNTUK KAYU MUTU A
Angka-angka
tegangan izin tersebut untuk kayu yang termasuk mutu A dan yang digunakan dalam
konstruksi yang terlindung dari pengaruh perubahan cuaca yang besar seperti
hujan dan panas, sehingga tak akan menjadi basah dan kadar lengasnya tidak akan
berubah banyak.
Untuk kayu
bermutu B tegangan yang diizinkan harus dikurangi dengan 25% atau angka-angka
dalam daftar digandakan dengan faktor 0,75.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar